Maulid Nabi Vs No Maulid
"Ayah duluan, nanti Bunda nyusul ya."
"Oke"
Jam 09.00 saya memasuki mushola perumahan. Sempat melempar senyum dan bersalaman kepada beberapa tetangga yang mungkin heran dan bertanya-tanya dalam hati. Sebab barangkali dipikir saya anti acara maulid.
Memang ini topik yang sensitif dan saya sendiri gak ada kapasitas sebagai penjawab dengan dalil kuat layaknya para ulama. Sebab, apalah daya ilmu masih setetes. Namun, sepanjang pengetahuan dan tercatat sebagai darisah (pelajar) saya termasuk muslim yang tidak menolak maulid nabi. Sebatas memperingati, yang berarti mengakui kelahiran Baginda Rasulullah SAW.
Bukan merayakan ya. Beda kata, beda arti juga secara esensi.
Mari kita tarik garis sejarah ketika salah satu Panglima Perang muslim Salahuddin Al Ayubi berpikir keras, bagaimana caranya meningkatkan ghirah perjuangan kembali merebut Yerusalem pada peristiwa Perang Salib 1. Kebetulan plan penyerangan akan berlangsung di bulan Rabiul Awal, bulan kelahiran nabi. Maka momen itu digunakan Salahuddin sebagai saat yang pas untuk membakar semangat para pejuang. Kembali mengembuskan spirit Rasullah menegakkan islam sekalipun beliau telah tiada.
Momentum inilah yang menjadi salah satu acuan umat islam kerap memperingati lahirnya sang rasul mulia di tahun-tahun berikutnya. (Pendapat lain para ulama mengatakan peringatan maulid pertamakali muncul pada era kekhalifahan Fatimiyah)
Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah az-Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab. (Liputan6.com)
Namun yang patut digarisbawahi adalah cara atau metode dan mekanisme peringatannya sebagaimana dicontohkan sang panglima dan khalifah terdahulu. Murni tausiyah untuk meningkatkan ketaqwaan dan membakar semangat berjihad.
Sementara, gak bisa dipungkiri makin ke sini jauh dari yang dicontohkan. Maulid kebanyakan selain diisi ceramah kian semarak dengan menyelipkan hiburan, tampilan-tampilan yang secara gak langsung melonggarkan ikhtilat, bahkan tak jarang menggunakan alat musik di dalam masjid/mushola. Ironisnya lagi kadang tamu undangan pun tidak infishal atau dibatasi tirai... Pun dengan interaksi panitia yang sekalipun berniat mendulang pahala namun jadi terjerumus ikhtilat (campur baur baik antara laki-laki dan perempuan, bahkan sejak perencanaan acara). Padahal, tuntunan adab pergaulan muslim jelas, harus ada pemisahan antara pria dan wanita, kecuali di ranah pendidikan, kesehatan/pengobatan dan muamalah/jual beli.
Intinya sie buat saya pribadi, silakan saja memperingati dengan tujuan semoga dengan mengingat kelahiran nabi kita kembali tertular ghirah dakwah dan meneladani sunnah-sunnahnya hingga bermuara ke pelaksanaan islam secara kaffah. Toh, Rasulullah juga berpuasa senin-kamis salah satu alasannya karena senin adalah hari kelahirannya. Ini dilakukan sebagai bentuk syukur akan nikmat umur yang terus bertambah, namun direalisasikan dalam aktivitas ibadah yang gak bertentangan dengan syariat (puasa).
Back to maulid di era kekinian. Catatan pribadi saya kerap berseberangan dengan teknis acaranya saja.
Namun sebagai bagian dari masyarakat, saya berkewajiban memenuhi undangan jika tiada halangan syari sebagai bentuk penghormatan sekaligus proses membaur dalam kehidupan sosial. Masalah perbedaan/khilafiyah itu biasa tanpa harus diperdebatkan dengan sengit. Masih banyak problem lain dari umat yang lebih urgent ketimbang diskusi pro maulid atau tidak. So, silakan bagi yang masih berpegang dengan pilihan tidak ikut memperingati, yang menggelar acara juga gak serta merta tervonis ahlu subhat, bidah dll. Wallahi, sebagai muslim, sesama saudara tidaklah elok bermudah-mudah menyimpulkan hal yang demikian jika tak sepemahaman.
Feera di tengah teman-teman tampil membacakan surat An Naba |
Btw. Bahkan si kecil pun saya persilakan membuat keputusan sendiri ketika ditawarkan tampil membaca surat An-Naba sekalipun sepanggung dengan adik-adik tetangganya yang ikhwan. (Kebetulan anak sebelumnya bersekolah di tempat yang terbiasa menjalankan infishal)
Barakallahufiikum🙏🏻
#catatanmega
#maulidnabi
#kembalikeislamkaffah
No comments: