Cerita Sang Air

March 27, 2020

Menjelang senja di tepi pantai, awan kelabu selepas hujan masih terus membayang. Sedikit enggan dari pucuk dedaunan yang menguning, aku menggerakkan ujung partikel jemari menetesi bebatuan.

"Aku akan menghubungimu lagi nanti, untuk mengontrol sejauh mana kemajuan yang kalian capai," ucap seorang laki-laki tambun paruh baya berbaju kuning tanpa rambut menghiasi kepala  menepuk sebelah punggung sang pemuda. Kemudian berlalu.

Pelan-pelan, aku beringsut menyebar di antara pasir putih di bawah lantai pondokan kayu tempat para pengunjung bersantai, tak jauh dari tempat duduk keduanya. Kehidupan makhluk yang konon sempurna itu memang selalu menarik perhatian seisi jagad raya, tak terkecuali aku.

Laki-laki muda berwajah tirus berambut ikal dengan kacamata yang menghias hidung bangir hanya menjawab dengan anggukan.  Aku berpaling kesal.

Cih! Sepertinya mereka tengah merencanakan tradisi bodoh itu lagi. Padahal kudengar, manusia itu makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna, sebab mereka tercipta memiliki akal dan nurani. Namun kenyataannya? Terkadang apa yang mereka kerjakan tak sesuai dengan fitrah penciptaan.

Kukibaskan tubuh kembali mengikuti tarian riak yang membekas di pasir, memilih melebur ke dalam lautan lepas.

***

Ini hanya penggalan cerpen berjudul "cerita sang air" yang saa ikut sertakan dalam proyek nubar bertema Curhat Bumi, bersama Ba Bi Bu.

Masih banyak cerita keren yang ditulis oleh teman-teman lainnya di sana.

Buruan yuk dipinang bukunya only @80rb, japri 089667194764


No comments:

Powered by Blogger.