Ketika Sakit Menyapa

September 12, 2019

Beberapa bulan lalu, saya menemukan ada sesuatu yang janggal pada leher belakang. Semacam benjolan sebesar jempol yang saya prediksi sebagai penyebab mudah lelahnya saya ketika beraktivitas.

Beberapakali curhat pada suami dan beliau sudah menyuruh saya untuk konsultasi ke dokter.  Namun, saya terus mengulur waktu, dengan alasan "that thing" tidak menimbulkan nyeri. Padahal honestly, saya tengah mengumpulkam segenap mental mendengarkan saran dokter kelak jika saya berani memeriksakan diri.

Akhirnya, 9 september atau tepatnya senin lalu, saya memberanikan diri melangkahkan kaki sendirian ke rumah sakit.  Sebelumnya, saya sudah mencari banyak informasi seputar kemungkinan penyakit yang diderita dan pengobatannya.  Sengaja begitu, agar saya benar-benar siap dan kuat menghadapi kemungkinan terburuk.  Semoga bukan suatu hal yang mengkhawatirkan. Itu saja sih doa saya.

Dalam bayangan emak-emak kebanyakan, perasaan saya campur aduk.  Yang utama saya merasa khawatir pada anak-anak dan keluarga terdekat. Awal kembali ke kota kelahiran, Lampung kan misinya sambil mengurus anak-anak, saya berkeinginan merawat ortu yang sudah sepuh sekaligus bantu-bantu ipar yang kena autoimmune. Lha kalau saya yang sakit dan musti dirawat, mereka piye?

Selanjutnya rada cemas jika harus menghadapi options surgery.  Rada trauma soalnya ngurusin bapak dan suami ketika anfal dulu, karena persiapan operasi itu harus melewati serangkaian pemeriksaan panjang yang melelahkan.

Sayangnya, sesuai perkiraan dan sedikit informasi yang didapat dari mbah google ... ketika dipertemukan dengan dokter cantik berhijab, beliau meminta kesediaan saya untuk menjalani pengobatan dengan cara dibedah. "Tidak ada jalan keluar medis selain itu," katanya.  Saya sih gak begitu kaget.  Cuma bisa menarik napas panjang ... Bismillah, saya pun menyanggupi. Saya harus sehat agar bisa terus bermanfaat bagi sekeliling, hanya itu yang terlintas di kepala.  Kemudian kami sepakat menentukan hari.

Kamis, 12 September sejak pagi menyiapkan diri dan mental untuk pertempuran awal melawan penyakit alias pemeriksaan pra operasi.

Alhamdulillah, Allah itu maha detil. Pengalaman 3 tahun lalu sebulan lebih mendampingi bapak yang kritis dan musti dilarikan ke Jakarta, lalu selang berapa bulan suami gantian menjalani operasi bedah akibat radang usus buntu di Batam, membuat saya mudah menenangkan diri menghadapi kemungkinan apapun tentang diri.  Ini sih bukan masalah besar jika dibandingkan apa yang dialami orang-orang yang saya cintai itu, i said to my self. So, jalani saja prosesnya dengan gembira.  *menghibur diri

Usai menjalani proses panjang tes pemeriksaan awal pra operasi yang meliputi cek Laboratorium, EKG (rekam jantung), dan Rontgen saya pun terdampar di kamar perawatan dan menuliskan cerita ini. Satu hal yang menenangkan, justru didapat hasil terbaik di mana diri dalam kondisi prima. Seusia saya, gula darah normal, tekanan darah, dll bagus.  Patut disyukuri dong.  Kayaknya masalahnya cuma terselip satu, overweight, wkwkwkwk!

Well, waktunya istirahat sambil meluk anak-anak ... Lho kok? Lha iya - itung-itung pindah tidur aja- dan introspeksi diri.  Bukankan dalam islam penyakit adalah sarana penggugur dosa? Masalahnya dosa mana yang pernah saya perbuat? Segunung pastinya ... apalagi minggu depan bakal lewat kepala 4, Aiih ... makanya mungkin dijewer dikit sama Allah.

Selain itu maybe saya memang disuruh diet dan lebih cermat memperhatikan asupan makanan sehari-hari. Selama ini saya sadar betul, paling susah diminta mengatur pola makan.  Kepede-an merasa diri punya tinggi badan agak di atas rata-rata, jadi merasa kalaupun gemuk gak bakalan terlalu kelihatan. Apalagi kebawa jumawa merasa diri selalu olahraga dengan teratur.

Walhasil, kesimpulannya ... pulang nanti keep jogging dan berenang.  Nah kelar itu yang PRnya berat, mengatur pola makan dan yang pasti ... terus perbanyak menebar kebaikan sebagai bekal di kehidupan akherat.

Semoga esok dimudahkan segala urusan....


#odop
#estrilookcommunity
#day12


No comments:

Powered by Blogger.