Mudik Lancar, tapi Pantang Jadi Beban

June 07, 2019


Demi suka cita berhari raya di kampung halaman memang tak jarang dicapai melalui pengorbanan. Nabung dari jauh-jauh hari, menghemat berbagai post pengeluaran bahkan mungkin hingga memangkas dana keluarga menunda plan jangka panjang.

Buat kamu yang sukses mudik tahun ini, bagaimanapun keadaannya tetap jaga kesehatan dan jaga perasaan para tetua di rumah agar kehadiran kita tak menjadi beban.

Kok jaga perasaan sih?

Iya, karena ... kalau boleh berbagi saya ingin berceloteh sedikit tentang beberapa keluhan para orangtua sepeninggal anak-anak kembali ke perantauan.

1. Pulang tangan hampa, kembali minta bekal segunung

Entah ke rumah orangtua atau mertua, kadang kita menyepelekan mereka.  "Ah, inshaAllah emak bapak mengerti, syukur-syukur kita bisa mudik".  "Melihat kita saja bukankah seharusnya mereka sudah senang? Jadi, ya pasti maklum kalau anak gak bawa buah tangan."  Oke. Sampai di sini mungkin semua orangtua ikhlas dan memaklumi keterbatasan ekonomi sang anak.

Tetapi saat kita hendak kembali ke rutinitas, sadar gak? Kerapkali anak-anak aji mumpung, liat tomat, cabe di kebun lagi banyak ... ambil, masukin plastik.  Bahkan beras, singkong sampe terasi di dapur pun kadang diembat juga.  "Di kota mahal, Mak!" Alasannya. Subhanallah.  Suatu saat kita ada di posisi mereka, gimana coba perasaannya?

Lain halnya jika memang mereka sudah menyiapkan sendiri untuk bekal kita kembali. Intinya sebisa mungkin jangan request ini itu yang justru bakal merepotkan mereka kemudian.

2. Datang minta dimaklumi, balik ke perantauan bawa oleh-oleh segudang

Hampir mirip dengan yang pertama.  Mudik tangan hampa dan minta pemakluman orangtua atau mertua. Eh ... giliran mau kembali ke perantauan sibuk cari oleh-oleh buat para rekan dan tetangga.  Bahkan sampe kendaraan penuh dengan barang bawaan untuk buah tangan. Lalu mereka kita biarkan menjadi penonton.

Teganya!

3. Gak adil baik dalam pembagian waktu dan buah tangan

Kalau kebetulan dapet jodoh sekota, kadangkala pembagian waktu mudik antara orangtua dan merta gak seimbang.  Kita lebih mementingkan orangtua kandung, ketimbang di rumah mertua.  Sadar atau tidak, kadangkala masalah sepele ini memicu kecemburuan sosial.  Apalagi kalau semua oleh-oleh diangkut ke rumah sendiri, sementara mertua dapet sisa-sisa.  Hayoo ... siapa yang sering gitu?

4. Pulang cuma numpang tidur plus ortu jadi ART infal

Sebagai anak kerapkali kita abai meluangkan waktu untuk ngobrol panjang lebar seputar aktivitas di perantauan.  Habis cium tangan, masuk kamar ... sibuk dengan gadget.  Ini terutana anak lelaki.  Siangnya seharian pergi, sibuk bernostalgia dengan teman sekolah atau bertamu ke rumah kerabat lainnya.

Kalau yang perempuan, ya ikut suami keliling, muterin kota bahkan wisata kuliner. Sementara orangtua gak ditawari ikut serta.  Kalaupun diajak, mereka enggan turut mungkin karena kepikiran rumah gak ada yang jaga.  Eh ... kita malah lihat ini kesempatan untuk bisa ngilang seharian.  Boro-boro bantuin nyuci piring dan beberes. Yang ada orangtua makin terbebani ngurusi pakaian kotor dan rumah yang berantakan akibat ulah 'tetamu jauhnya'.

Dari kesemuanya mudah-mudahan kita gak termasuk salah satunya.  Semoga saat roda kehidupan berputar anak-anak memiliki empati dan adab yang luhur dan memuliakan kita sebagai orangtua.

No comments:

Powered by Blogger.