Bangkit dari Tidur Panjang

May 20, 2019


Takdir menggariskan karir saya sebagai penulis script siaran dan berceloteh di udara harus berakhir di tahun 2007,   saat saya memutuskan menerima pinangan seorang pria dan bersedia mengikuti petualangan baru berstatus sebagai istri.

Saya bilang itu new adventure, karena pernikahan bagi saya berarti komitmen untuk mengikuti suami yang kebetulan profesinya harus nomaden, berpindah-pindah kota di tanah air. Maklum saja, Pak suami kebetulan seorang konsultan teknik di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi berkantor pusat di Jakarta.  Namun di mana beliau bertugas? itu tergantung surat perintah berdasarkan lokasi proyek yang tengah dikerjakan.   

Sejak saat itu pula saya seperti mengubur semua dunia lama dan menyesuaikan kehidupan baru bernama rumah tangga.

10 tahun merantau dan stay di beberapa kota yang jauh dari tanah kelahiran Bandar Lampung, ditambah kehadiran dua bocah lucu seolah menggenapi kesibukan sebagai ratu rumah tangga tanpa aktivitas lain.

Titik balik itu terjadi saat di penghujung 2016 ketika ayahanda mengalami sakit parah yang menyebabkan beliau harus larikan ke sebuah rumah sakit di Jakarta untuk menjalani bedah jantung dan berbagai operasi besar akibat komplikasi penyakit menua.

Setelah melalui kompromi dan diskusi panjang, mengingat saya anak satu-satunya perempuan dari dua bersaudara. Akhirnya pertengahan 2017 suamipun mengikhlaskan saya kembali ke tanah kelahiran menjalankan tugas birrul walidain. Sementara dia, memilih menetap di Depok, di rumah mungil yang sempat kami bangun sebelum merantau di kota terakhir, Batam.

Awal kepindahan merupakan masa menyesuaikan kembali kehidupan yang sebelumnya selalu didampingi suami, berubah menjadi babysitter dua orangtua sepuh dan dua anak-anak yang masih duduk di bangku SD. Meski bisa dibilang sibuk, tetap saja menyisakan ruang kosong dan waktu senggang yang bisa saya manfaatkan untuk berkarya.

Di kota kelahiran ini, saya seolah menemukan kembali jati diri yang lama.  Kembali menggunakan segenap potensi yang selama ini sempat terkubur untuk hal-hal positif, salah satunya dengan kembali menulis dan melukis.  

Belum banyak karya yang sudah ditorehkan.  Di penghujung 2018 lalu, saya memberanikan diri menulis sebuah buku bertajuk "Andai Dosa Berbau" yang merupakan kumpulan 22 cerpen yang pernah saya tulis di media online.

Dalam hal melukis, di tahun yang sama saya menghasilkan 3 lukisan cat minyak di atas kanvas yang Alhamdulillah salah satunya sudah terjual.

Perjalanan ini baru saja dimulai.  Walau dunia menulis hanya melanjutkan kesenangan lama, bukan berarti saya menganggap diri senior dan merasa paling berpengalaman. Prinsip saya, tidak ada kasta senior dan junior dalam dunia kepenulisan, yang ada adalah proses belajar tanpa henti menuju produktifitas optimum dalam karya yang bermanfaat.

Sama halnya dengan blog, menulis di media pribadi sejenis ini semasa mengudara puluhan tahun lalu sempat saya geluti terutama di situs Multiply dan friendster.  Namun  kesemuanya saat ini sudah tidak lagi eksis.   

Apalagi dalam bidang seni lukis, saya menyebut diri hanya pelukis amatiran yang terus berkembang dengan cara otodidak. I  Just do what i like to do. Karena seni itu  membebaskan dan tak berbatas...


Sayapun sadar betul kedua dunia ini juga bergerak dinamis. Tidak mustahil banyak hal baru yang belum diketahui terlebih ketika dulu terlelap lama. Tak heran, kala terjaga ... saya seperti merasa kehausan.

Bandar Lampung, 20 Mei 2019





No comments:

Powered by Blogger.