Emak, In Memoriam
"Jejak kasih seorang ibu akan terpatri erat di benak anak-anaknya sekalipun raganya telah pergi menghadap sang khalik."
Last Moment
Masih terbayang di pelupuk mata, ia minta dibalurkan balsem dan dipijat punggungnya sambil mengobrol santai. Dalam hati kecilku sudah paham inilah detik-detik terakhir bersamanya. Namun sekuat tenaga kutahan air mata ini agar tidak tumpah.
Ia minta diikhlaskan jika pergi. Menanyakan apakah aku sudah tahu apa saja yang harus dilakukan selepasnya tiada? Mengingatkan dimana letak kain kafan yang disimpan, kain2 panjang, dan segala hal menyangkut pengurusan jenazah. Aku mengangguk pasrah dengan hati berkecamuk.
Aku anak satu-satunya perempuan yang mampu melepasnya pergi. Sementara lelaki sulung semata wayangnya nun jauh di seberang pulau.
Kupeluk dia dari belakang dengan segenap sayang, akhirnya air mata ini tak mampu lagi kubendung. Sambil terisak kukatakan, "maafin juga kesalahanku ya mak jika selama ini banyak hal yang membuat hati emak gak berkenan, aku ikhlas jika emak pergi."
Kembali ia berbisik, mengucap terimakasih atas pengorbananku selama ini. Dia bilang sudah ditunggui almarhum abangnya di luar kamar. Sementara datuk (ayahnya) sudah datang di hari sebelumnya. Aku menarik napas dalam. Perih menyeruak seolah menohok jantung.
Kemudian ia menepuk lenganku pelan sambil berbisik, "pulanglah suamimu baru kembali. Jangan lama-lama di sini, sudah lama kalian tak bertemu."
Ia bersikeras tak ingin ditunggui, sebab mungkin tak ingin mendengar jerit piluku, atau rasa ketakutannya akan malaikat maut yang akan menjemput tampak. Dia memilih pergi dalam sepi.
Sebelum kututup pintunya kudengar lamat-lamat ia berzikir lirih.
"Pulanglah!" Katanya lagi melihatku masih terdiam di depan pintu kamarnya.
Ah emak ... Wanita bersuara powerful, well prepare, detil dan selalu saja pantang menjadi beban siapapun.
Pergi di hari terbaik, dengan memberikan segenap kemudahan kepada orang-orang yang ia cintai agar tak menyusahkan.
Sebuah suri teladan yang aku sendiri mungkin tak sanggup jika menjalaninya.
Emak di Mata Kerabat
Emak itu banyak jasanya, bukan hanya mencerdasakan generasi sebab profesinya sehari-hari sebagai pensiunan PNS (guru SD). Melainkan banyak saudara ikut tinggal di rumah, disekolahkan dan dididiknya menjadi pribadi yang lebih baik.
Sejak saya kecil, memori saya merekam ... rumah selalu ramai oleh kerabat dari kampung yang bergantian ikut tinggal diurus emak-bapak. Para sepupu, om, tante. Ada yang hanya beberapa bulan, ada yang sampai sekolahnya selesai. Bahkan cucunya yang tengah kuliah di salah satu universitas negeri di Bandar Lampung sampai sekarang masih ada yang tinggal di rumah.
Satu dua kerabat bakalan pergi dan gak betah berdekatan dengan emak. Sudah menjadi ciri khasnya siapa saja yang stay harus siap terima ocehan emak yang menganak sungai saat mengajarkan sesuatu. Emak orangnya memang detil. Jika menularkan ilmu, harus mengikuti step-step yang ia kerjakan tanpa boleh membantah. Sebagai anak saya saja kerap beda pendapat. Tapi siapapun yang bertahan, pasti mengakui kelurusan hatinya. Dia hanya menginginkan yang terbaik, gak hanya hasil yang kasat mata melainkan seluruh anggota keluarganya berpikiran maju tanpa pandang bulu.
Meski hanya pegawai negeri sipil, beliau sangat pandai mengatur keuangan. Tapi untuk urusan keluarga gak ada hitung-hitungan. Beliau cukup royal membagikan uangnya untuk menyenangkan para keponakan ataupun cucu-cucunya.
Sebaliknya, ia gak pernah mengharap imbal jasa para siapapun yang berhasil diantarkan menjadi apa dan siapa. Bahkan kepada anak-anaknya sendiri yang hanya dua, emak gak pernah meminta. Kalau sebatas guyon ya memang style dia. Tapi honestly, uang yang kita beri pun biasanya balik lagi dalam bentuk lain. Misal, saat saya memesan teralis rumah Depok, kebetulan beliau sedang main ke sana. Saat dipasang dan tukang las memberi nota, tanpa sepengetahuan saya sudah emak dan bapak lunasi. Ketika ditanyai, dengan entengnya dia bilang, "itu memang uang bulanan yang kamu beri, sengaja gak dipakai karena insyaAllah uang pensiunan kami cukup untuk kebutuhan sehari-hari."
Lucunya, ia justru kerap menanyai saya berapa yang bisa dibantunya jika saya memiliki suatu rencana dalam hidup. Cetak buku atau membeli peralatan gambar contohnya. Begitulah ibu, senantiasa menganggap anaknya selalu butuh bantuan, sekalipun sudah menikah dan hidup mandiri.
Sampai akhir hayatnya, saya tertegun betapa detilnya ia mengurus segala sesuatu mulai dari kain kafan, kunci-kunci lemari, amanah berupa janji yang belum sempat tertunaikan, sampai ke biaya prosesi penguburan sudah diatur dengan matang.
Benarlah kata orang bijak. Ketika seseorang pergi, maka kesaksian tentang almarhum adalah cermin amalan yang ia kerjakan semasa hidup. Sampai hari ini yang saya dengar hanya tentang kebaikannya saja sekalipun beliau terbungkus penampilan yang garang dan gaya bicara yang ceplas-ceplos. (Alhamdulillah).
Teruntuk yang pernah berinteraksi dengan beliau,
Mohon diikhlaskan segala ucapannya yang kerap menghunjam hati sekalipun maksudnya baik ...
Mohon dilupakan segala kesalahannya yang menyebabkan hati tersakiti.
Sisi Ghaib Emak
Banyak kerabat yang ketika menanyakan kronologi kepergiannya berguman, "gak aneh, sebab emak memang orang hebat." Dalam artian sejak dulu beliau memang penuh misteri. Semoga itu semua adalah karomah atau maunah yang ia miliki atas asbab ketaatan beliau semasa hidup.
Dulu sih, saya kerap bersitegang dengan beliau terlebih saat mulai mengerti hukum meramal. Emak memang kerap didatangi para sahabat dan kerabat yang ingin menanyakan suatu hal, entah jodoh, pekerjaan atau hajat lainnya. Kalau sudah begitu, rumah pasti ramai, dan gelas-gelas berampas kopi bakal bergelimpangan di atas meja. Emak akan menerawang masa depan dari guratan kopi yang memahat dinding-dinding kaca pada gelas atau piring putih yang disiapkan. Khusus untuk hal ini, berhenti saat emak mulai pensiun dari tugasnya sebagai guru ditambah saya dan bapak memang melarangnya.
Namun kenyentrikan emak gak hanya sampai di situ. Banyak kejadian yang gak bisa diterjemahkan oleh logika kerap terjadi. Salah satunya ketika terjadi ledakan aneh di sudut rumah bada ashar, tetangga depan rumah melihat cahaya jatuh tepat menimpa genteng. Emak yang diceritakan hanya tertawa enteng, "bukan apa-apa hanya kerabat jauh yang minta di sapa, besok juga telpon kok orangnya." Dan keesokan harinya memang ada kejadian penting menyangkut salah satu dari kami dengan kerabat lainnya (gak bisa saya ceritakan detil di sini).
Atau ketika tetiba ada tokek berbunyi keras di bubungan (padahal selama ini gak ada tokek di rumah), beliau langsung memanggil saya untuk bersiap diri berangkat ke kampung halamannya. "Berita duka, sebentar lagi sampai," ocehnya. Benar saja, tak lama kemudian kabar berpulangnya sang kakak sampai di telinga. Ajaib.
Another story, saat semester akhir di perkuliahan, kamar saya pernah terserang belatung ghoib pasca sholat jumat. Mendadak kamar penuh dengan binatang menjijikkan itu gak hanya satu titik, tapi seantero kamar. Sementara, gak ada bau atau bangkai apapun di dalam ruangan. Seorang ustadz dimintai bantuan, namun apa kata beliau? "kenapa minta bantuan saya? wong yang di rumah juga bisa sendiri kok ngatasi ini". Siapa yang beliau tunjuk? Dialah emak. Tentang kenapa atau siapa yang berniat jahat dan berulah? kami memilih gak mencari tahu. Toh gak ada gunanya juga.
Sama halnya ketika saya pamit berangkat mengikuti lomba penulisan di Riau. Kala itu rumah belum ada telepon. Selama di Pekan Baru saya tidak bisa menghubungi orang tua. Dini hari ketika tiba di Bandar Lampung, saat saya mengetuk pintu rumah dengan sumringah dia berkata sebelum saya sempat bicara, "juara 2 kan?" Waktu itu cuma bisa bengong, bisa tahu dari manakah beliau?
Menjelang kepulangannya dia hanya mengungkapkan sedikit kerisauan, khawatir keluarga gak bisa datang karena wabah, gak ada kerabat yang mengangkat jenazahnya. Maklum saja emak cukup tahu diri dia overweight. Saya coba menghibur, "amal baik yang emak tabur gak harus dibayar satu persatu oleh mereka yang berhutang budi." Kemudian dia mengetuk telinga kanan dan dadanya dengan pelan. Memanggil nama para cucu dari kakak ipar prianya yang sudah dewasa yang memang kerap datang mengunjunginya. You know what? ternyata merekalah yang memang ada untuk memanggul kerandanya. MashaAllah.
Maka ketika ia hendak pergi dengan segenap isyarat nyata, saya hanya berusaha menyiapkan diri agar gak limbung. Saya bahkan sempat menanyakan adakah sesuatu yang hendak dibuangnya dari dalam tubuh? Emak menggeleng. "Gak ada apapun yang ditanam di badan," ucapnya pelan. "Hanya bacaan yang kamu gak tahu."
Saat ditanya apakah saya kaget mendapatinya tertidur dengan tenang? Bisa dibilang gak juga. Hanya sebagai anak, ada sisi yang menginginkan dia tetap tinggal, sekalipun batin yakin memang waktunya telah sampai.
Emak as a Mother
Jujur saja, saya mulai dekat dengan emak ketika ia begitu merana ditinggal putra kesayangannya merantau ke Jakarta di awal tahun 2000an. Sejak kecil saya sering jealous dan merasa tersisihkan sebab dibilang "anak bapak" olehnya. Ya, saya memang lebih dekat dengan bapak ketimbang dia. Bahkan bisa dibilang saya justru anak bandel di matanya, sebab kebanyakan membantah dan menentang perintahnya. Baru belakangan, saya berusaha mendekat dan bersamai hari-hari tuanya dengan ngobrol di kamar sekalipun sesekali kerap diwarnai sedikit bersitegang ... ha ha.
Emak itu galak, disiplin, pantang jadi beban, sekaligus detil setiap mengajarkan sesuatu. Sementara saya di matanyanya anak yang terlalu santai dan bersikap semaunya. Salah satu watak emak yang nurun ke saya yakni keras kepalanya dan pengen segala sesuatu dikerjakan sendiri agar gak merepotkan orang lain. Sekalipun akhirnya sikap itu yang sering menjadi boomerang, karena orang salah menilai kami, dianggap sombong dan gak perlu bantuan orang lain.
Di permukaan emak terbungkus penampilan yang garang. Bicara semaunya bahkan berlidah tajam, nggak hangat, namun bentuk carenya sangat luar biasa. Dia akan melakukan apapun untuk mensupport anak-anak dan keluarganya agar maju, baik dengan memperpanjang doa maupun materi.
Emak bukan tipe ibu yang suka dandan dan mementingkan diri sendiri, apalagi mengharap rezeki dari anak-anak atau keluarga untuk membalas jasanya dalam bentuk uang bulanan atau sejenisnya. "Uang saya udah lebih dari cukup." Itu yang selalu ia gaungkan. Dan itu semua bukan omong kosong atau kebohongan seorang ibu agar anaknya tak khawatir. Sampai akhir hayatnya uang cash yang ia simpan untuk persiapan penguburan utuh tak terpakai. Handai taulan, tetangga dan sahabat, seperti berlomba-lomba memudahkan jalan emak untuk yang terakhir kalinya.
Emak itu wanita yang taat beribadah. Karena banyak menemui kesukaran hidup dan sudah yatim piatu sejak kecil, membuatnya berjuang keras dan banyak meminta kepada Allah. "Gak ada yang bisa nolong, kecuali Allah. Hanya dengan kuasa-Nya saya bisa seperti ini," ucapnya kala santai berbincang mengingat masa lalu.
Emak juga wanita yang amanah. Saya ingat dia pernah menjabat sebagai bendahara sekolah. Tatkala fitnah berembus dari beberapa sahabat yang iri karena ia bisa membangun rumah besar, dengan santai emak melepas jabatan dan mengembalikan semua uang sekolah seolah tanpa kesulitan. Emak itu pribadi yang hemat, pandai mengelola keuangan, sederhana dalam gaya hidup, jadi salah besar jika orang mengira pegawai negeri pasti korupsi kalau bisa punya rumah bagus.
Sosok ibu yang selalu memprioritaskan urusan anak-anak, itulah dia. Gak pernah sekalipun saya menunggak uang sekolah, sebab emak berprinsip "membayar kewajiban sebelum keringat orang mengering". Mungkin itu karena latar belakang beliau yang juga seorang guru. Bahkan ketika saya kerap pamit mengikuti lomba-lomba penulisan ke luar daerah selama berhari-hari semasa kuliah, emak gak segan-segan melebihkan uang saku sebab khawatir saya menemui kesulitan saat di kota lain.
Kehilangannya jelas membuat separuh diri seperti ikut terbawa. Apalagi jika melintas di kamar mendiang, terngiang suara nyaringnya, petuah-petuah singkat, juga tawa khasnya yang kerap meluncur tanpa beban. Kami dua pribadi yang sangat kontras. Emak penyuka keramaian, sementara saya lebih suka keheningan. Sekalipun kerap ngambek-ngambekan, saat sempat berjauhan tentu saling merindukan.
Keinginan saya berada di sisinya hingga akhir hayat memang terkabulkan. Namun jelas sama sekali tak mampu membayar lunas seluruh jasanya sejak dari buaian. Hanya doa yang bisa diuntai sebagai penyambung hati seorang anak dengan ibunya yang sudah terpisah alam.
Kini, tidak ada lagi ibu yang kerap saya mintai doa ketika diam-diam menyusun sebuah rencana kehidupan.
Jazakillah khair Emak Mas Sejati. Semoga Allah menempatkanmu di sisi terbaik dan menerima amal ibadahmu, mengampuni dosa-dosamu.
Selamat Jalan. Semoga kelak kita kembali berkumpul di jannah-Nya. Aamiin.
Turut berdukacita atas kepergian emak tercinta. Semoga Allah melapangkan dalam kuburnya.
ReplyDeleteAku merasa belum maksimal memberikan pelayanan terbaik kepada emak ku.
Emak memang manusia terbaik yang memperjuangkan kehidupan anak anak nya hingga tutup usianya.
Aamiin. Mksh. Begitulah ibu ya.
DeleteMbak, aku bacanya gak kuat. Sediih. Pengen nangis. Keinget waktu urus almarhum ayah dulu di tempat kerja sendiri. Hiks.
ReplyDeleteTurut berduka cita ya Mbak.
Mksh mb emmy
DeleteTurut berduka cita ya Mbak Mega Semoga almarhumah mendapat tempat terbaik di sisi Allah jadi teringat Ibu ketika membaca kisah ini.
ReplyDeleteAamiin. Alfateha buat ibu mb naqi.
ReplyDelete