Curhatan Emak Seputar Touring Motor Yang Meresahkan

November 12, 2019


Menjelang weekend senyum sumringah saya merekah, gimana nggak? sang suami tercinta mengabarkan akan pulang gitu loh.

Bagi kami para pelaku LDR pertemuan dengan pasangan adalah momen yang sangat ditunggu.  Selain meretas rindu, untuk mereka yang sudah berkeluarga atau bahkan memiliki anak akhir pekan dengan personil lengkap adalah ajang quality times, menjaga keutuhan rumah tangga setelah berminggu terpisah jarak.

Jumat, 8 Nopember pukul 21.00 sang suami mengabarkan sudah siap menunggu mobil jemputan.  Pulang kali ini sengaja tidak lewat udara katanya ia sengaja ingin istirahat lebih lama di perjalanan.  Saya sih awalnya santai saja menanggapi pilihannya. Sebab sudah terbiasa ... kalau gak naik pesawat suami memang biasa menggunakan jasa mobil travel atau Damri. Jakarta-Bandar Lampung biasanya ditempuh kurang lebih 6-7 jam perjalanan dalam kondisi lancar.  Biasanya, keberangkatan pada jam yang sama suami akan tiba di rumah sekitar pukul 04.00 dini hari. Bahkan pernah jam tiga subuh sudah di depan gerbang rumah sambil tertawa, katanya, "supirnya selon, Nda ... bawa bus ngebut bener!" Ha ha.

Sayangnya, kepulangannya kali ini berbeda. Apa boleh buay, sabtu pagi sosok suami belum juga muncul.  Setelah beberapakali dihubungi ternyata pukul 08.00 pagi posisinya baru naik kapal penyeberangan Merak-Bakauheni.  Saya sampai melongo. Mau sampe rumah jam berapa? Bisa-bisa tengah hari beliau baru tiba.  Kening sempat berkerenyit penasaran, ada apa gerangan halangan di jalan?

Setengah gusar beliau bercerita, ini semua gara-gara touring motor!

Bayangkan, sejak keluar Jakarta, jalanan hampir macet total sebab ratusan motor RX King yang tergabung dalam komunitas sejenis mengadakan perjalanan ke arah yang sama menuju kota Bandar Lampung.

Saya menarik napas panjang antara kesal, kecewa bercampur sedih. Andaikan mereka berada pada posisi saya dan anak-anak. Bagaimana rasanya menanti kepala rumah tangga yang hanya bisa dinikmati keberadaannya 2-3 hari saja dalam sebulan.

Pukul berapa akhirnya saya bisa memeluk suami tercinta? Selepas adzan zuhur!  Luar biasa ... hampir 15 jam perjalanan yang ditempuhnya.

Yang lebih ngenes, belum ada setengah hari di rumah melepas kangen suami sudah sibuk mengintip situs perjalanan berburu tiket penerbangan kembali melalui HP.  Sayangnya, flight minggu sore hingga malam habis. Jadwal senin pagi rute Lpg-Jkt hanya ada untuk pukul 08.30 WIB.  Dengan wajah kecewa suami bilang ada meeting jam sembilan pagi di Jakarta.  Gak akan terkejar bila memaksa terbang. Mau gak mau terpaksa pilih jalan darat lagi.  Usai magrib, ngecek tiket DAMRI Alhamdulilah dapet untuk keberangkatan Minggu pagi. Saya sempat protes melontarkan kekecewaan,  "kenapa gak malam saja sih jalannya? Toh sampai Jakarta subuh, 'kan masih keburu kok kalo ngantor jam delapan pagi."

Apa jawaban suami? "Yang touring 'kan balik lagi ke Jakarta malem nanti. Saya gak mau ambil resiko terjebak macet lagi seperti kemarin lalu tiba di kantor tengah hari."

Hufffht ... Speechless, suami gak ada 24 jam di rumah! Heu heu. Tinggalah saya dan anak-anak gigit jari.

Ternyata saya gak sendirian, korban komunitas motor yang tengah touring datang dari teman yang kebetulan bekerja di Tangerang, rumah di Jakarta.  Di FBnya ia pun ikut nimbrung curhat. Gak pernah-pernahnya pulang dari kantor sampe rumah menempuh waktu hingga 4 jam. Untuk seorang emak-emak pekerja, waktu yang terbuang berarti melewatkan banyak hal.  Kebersamaan dengan anak hingga kerjaan rumah yang terbangkalai.

Jangan anggap urusan ini gak serius wahai para bapak-bapak atau kalian pelaku touring entah dari komunitas apapun itu. Saya yakin anda-anda mesti paham jalanan milik umum dengan berbagai kepentingan publik di dalamnya.  Kalau mau berdebat kami juga bisa kok teriak, " Woy! kita sama-sama punya hak, wong aku pun bayar pajak!"

Tapi apa iya masalahnya selesai dengan adu argumen? Big No.  Saya sangat memahami dan menghormati kesenangan kalian ini.  Saya juga paham itu mungkin salah satu sarana menikmati hidup dan keluar dari penatnya rutinitas atau masalah rumah tangga. Tapi tolong ...  jangan lupa selalu ada hak-hak orang lain di sekitar kehidupan kalian. Tak bisakah touring dilakukan dengan tertib, memakai jalur yang jelas dan tidak melanggar kepentingan umum?  Saya yakin touring besar biasanya sudah mendapatkan izin bahkan tak jarang dikawal oleh pihak yang berwajib, jadi silahkan saja dikondisikan secara teknis bagaimana penyelenggaraannya agar tidak menimbulkan kemacetan parah.

Oya, satu hal yang terpenting untuk membuka hati kita semua. Tahun 2016 saya pernah melarikan ayah yang terkena serangan jantung dengan mobil ambulan dari Bandar Lampung menuju RSUP Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.  Kondisi bapak saat itu bisa dibilang kritis, sebab detak jantung sangat lemah ditambah gangguan ginjal dan saluran kemih yang ia derita.  Kala itu hampir semua selang bantuan medis tertancap di tubuhnya, mulai dari kateter, infus, cimino (selang yang dipersiapkan untuk cuci darah), gasonastrik (selang pembantu memasukkan makanan cair melalui hidung).

Nah, yang saya bayangkan, bagaimana jika dalam keadaan itu kami terjebak dalam kemacetan yang kalian buat? Bisa-bisa ayah saya pulang tinggal nama.  Kalau sampai kejadian, apakah selesai kekecewaan itu diwakilkan oleh sumpah serapah dan doa celaka untuk kalian semua? 'Kan gak bijak juga.  Ini sih sama saja nggak menerima ketetapan Allah, kalian hanya pemantik padahal ajal sudah tersurat.  Namun apakah semua orang bisa berpikiran sama? Wallahualam.   Setidaknya menurut saya, takdir baik itu bisa diusahakan dalam kasus ini, yaitu dengan saling menghormati sesama pengguna jalan.

Enjoy your ride!

No comments:

Powered by Blogger.